Sejarah Pembangunan Jembatan Leighton Pekanbaru
Jembatan merupakan akses penghubung dua daerah atau lebih yang dipisahkan oleh sungai, jurang maupun lembah. Dapat dibayangkan bila tidak ada jembatan, jalur transportasi akan menjadi semakin sulit. Pekanbaru sendiri memiliki jembatan ikonik yang telah lama berdiri dan masih kokoh hingga sekarang, yaitu Jembatan Leighton. Masyarakat Pekanbaru biasa menyebutnya “Lekton” atau “Leton” untuk pelafalan yang lebih mudah.
Sejarah Pembangunan Jembatan Leighton Pekanbaru. Foto : Image.Travelpod.Com |
Jembatan ini menghubungkan 2 wilayah Pekanbaru yang terbelah oleh Sungai Siak. Kedua wilayah itu adalah Kecamatan Senapelan di sisi Selatan dan Kecamatan Rumbai Pesisir di Utara. Jembatan Leighton merupakan jembatan berkontruksi termegah yang pertama di Pekanbaru. Sekitar tahun 1973, jembatan ini pernah menjadi jembatan terpanjang di Sumatera.
Sebelum adanya jembatan ini, masyarakat Pekanbaru menggunakan jembatan ponton sepanjang 95 meter untuk menyebrangi Sungai Siak. Pada waktu itu jembatan ponton menjadi satu-satunya sarana masyarakat untuk menyebrangi sungai. Jembatan ini merupakan kumpulan perahu besi yang bersambung-sambung hingga seberang. Jika ada kapal yang akan lewat, maka perahu jembatan ponton akan diputus sementara dan dirapatkan ke pinggir sungai. Masyarakat dapat menggunakannya hanya pada pagi dan sore hari di jam yang telah ditentukan. Selanjutnya hanya dibuka untuk keperluan PT Caltex Pacific Indonesia. Hal ini dikarenakan jembatan ponton tersebut milik PT Caltex.
Jembatan Leighton sendiri dapat dibangun setelah adanya kerjasama antara PT Caltex Pacific Indonesia (sekarang PT Chevron) dengan Pemerintah Propinsi Riau. Jembatan Leighton diresmikan pada tanggal 19 April 1977 oleh Presiden Republik Indonesia yang kala itu menjabat, yaitu presiden Soeharto. Nama Leighton sendiri diambil dari perusahaan yang waktu itu menangani pengerjaannya yaitu PT Leighton Indonesia Construction Company yang berasal dari Australia. Sekitar tahun 1984, nama Lekton atau Leton masih digunakan oleh masyarakat, setelah pemerintah menyadari adanya kesalahan penamaan maka dilakukan sosialisasi kembali nama resmi dari pemerintah yaitu Jembatan Siak I.
Pada proyek pembangunan jembatan ini menghabiskan jumlah material yang fantastis, diantaranya 600 ton baja; 1200 kaki kubik beton; 150.000 kaki kubik tanah timbun dan pengaspalan 700 m persegi jalan. Panjang Jembatan Leighton mencapai 350 meter dan diprediksikan akan bertahan hingga 50 tahun kedepan (tahun 2027).
Berkat keberadaan jembatan ini, roda perekonomian masyarakat sekitar juga terasa menjadi “hidup”. Pada tahun 1980-an, beberapa tukang cukur ala Madura pun mulai berdatangan dan menghuni kolong jembatan bersama tukang foto keliling yang pada waktu itu dijuluki sebagai “Mat Kodak”. Jasa foto keliling ini pun laris dimanfaatkan warga yang hendak berfoto ria dengan latar belakang Jembatan Leighton pada panorama sore hari. Masyarakat dari luar daerah juga kerap berfoto di sini sebagai bukti bahwa telah mengunjungi Kota Pekanbaru. Pada awal tahun 1990-an giliran pedagang jagung bakar yang memenuhi sisi kanan dan kiri di bawah jembatan. Diikuti para penjual mebel yang mendirikan kios mereka diatas rawa-rawa. Beberapa tahun kemudian bantaran sungai di sekitar jembatan dirapikan, giliran pedagang kuliner kaki lima yang mulai memanfaatkannya seperti penjual sate, bakso dan nasi goreng. Lapak mereka baru buka setelah pukul 18.00 hingga pukul 24.00 WIB.
Seharusnya Jembatan Leighton atau Siak I sudah tidak difungsikan lagi setelah kehadiran Jembatan Siak II, III dan IV. Namun, dengan segala kendala pengerjaan dan kondisi konstruksi pada jembatan baru tersebut, Jembatan Siak I terpaksa masih digunakan untuk 2 jalur lintas hingga hari ini. Diperkirakan kekuatan konstruksinya hanya tinggal 30% saja. Kini telah dipasangi portal untuk membatasi jenis dan muatan kendaraan yang dapat melewati jembatan tersebut demi menjaga keamanan.
Penulis : Diva Pramudhya
Editor : Tantia Shecilia
Tidak ada komentar